Perbedaan dengan versi novel dan film

Latar yang digunakan dalam cerita sinetron ini adalah Bengkulu.
Ada beberapa tokoh utama yang namanya diubah untuk penyesuaian yang bertujuan untuk unsur estetika, misalnya Harwati diganti dengan Karina, Lading Ganda diubah menjadi Rajo Langit, dan beberapa penamaan tokoh lainnya.
Istilah dan bahasa yang digunakan di sinetron diselipkan kosakata dan dialek dari bahasa daerah yang lazim digunakan di daerah-daerah Bengkulu seperti yang biasa digunakan penutur bahasa Melayu Tengah dan bahasa Rejang.
Inyik dijadikan istilah untuk menyebutkan harimau jadi-jadian. Istilah ini tidak ditemukan pada versi novel dan film.
Kitab Tujuh menggunakan aksara Kaganga yang merupakan aksara khas suku Rejang.
Kisah dalam versi sinetron memiliki kesamaan dengan legenda tentang
suku Rejang yang memang dilegendakan bahwa leluhurnya adalah kaum harimau jadi-jadian.
Kisah yang disuguhkan juga memiliki kesamaan dengan sejarah konflik
suku Rejang dengan suku-suku bangsa terdekat lainnya. Legenda ini masih
dipercaya dan nyata sesuai dengan sejarah yang ada di kalangan suku Rejang dan suku Serawai.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar